Ada yang tahu apa itu Megibung? Buat yang penasaran bisa baca tulisan ini sampai selesai. Berbuka puasa di restoran tentu hal yang biasa. Bagaimana jika berbuka puasa bersama-sama dalam satu wadah? Mungkin jika kamu liburan Ke Bali ketika bulan puasa tiba, kamu bakal menemukan tradisi unik ini.
Setiap daerah memiliki tradisi-tradisi yang unik, seperti di Bali. Umat Muslim di Bali memiliki satu tradisi yang berlaku turun temurun yang dinamakan Megibung. Tradisi ini dilakukan saat bulan Ramadan yang dipercaya dapat mempererat hubungan antar umat beragama.
Di Indonesia tradisi makan bareng-bareng memang sudah ada sejak dahulu, dan ada di berbagai wilayah Indonesia. Tentu saja proses makan bersama ini ini memakai alas makan. Yang sudah umum dipakai adalah dengan menggunakan satu batang daun pisang.
Megibung ini sendiri adalah tradisi yang dilaksanakan oleh umat Muslim di Bali dan dilakukan tiap 10 hari sekali selama bulan Ramadan. Jadi, mulai hari ke 10, 20 dan 30. Sebenarnya tradisi Megibung sendiri berasal dari warga Karangasem, Bali Timur.
Kata Megibung berasal dari bahasa Bali, yaitu kata “gibung” yang berarti berbagi satu sama lain. Dalam konteks tulisan ini artinya kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang untuk duduk makan bersama-sama dalam satu tempat dan saling berdiskusi mengeluarkan pendapat.
Megibung atau makan gaya banjar ini adalah salah satu tradisi makan bersama di Bali yang cukup populer. Sekarang ini Megibung menjadi istilah untuk makan bersama di Pulau Bali. Kegiatan ini biasa dilakukan di rumah, atau di balai banjar jika jumlah tamu besar.
Makan bersama di sini bukan menggunakan sendok dan garpu tapi menggunakan tangan sehingga suasana persaudaran semakin kuat. Tempat atau wadah yang dimaksud adalah daun pisang yang disusun memanjang yang berisi berbagai jenis lauk pauk dan memakannya tanpa harus sungkan saling berbagi dalam satu tempat.
Tradisi ini cukup unik, bukan hanya sekedar melahap makanan yang disediakan tapi momen kebersamaan inilah yang menjadi hal paling penting dalam tradisi ini yaitu untuk mempererat tali persaudaraan. Nah, di Bali sendiri tradisi ini masih dijalankan oleh warga Kampung Muslim Kepaon, Denpasar.
Warga Kepaon tidak hanya umat Muslim saja, tetapi ada umat Hindu. Jadi tradisi ini dimaknai sebagai hubungan persaudaraan antar umat agama Muslim dan Hindu yang hidup saling berdampingan secara harmonis di Kepaon selama ratusan tahun. Tradisi Megibung ini tidak hanya digelar saat bulan Ramadan tapi mereka juga mengadakannya saat Maulid Nabi atau acara pernikahan.
Sejarah Megibung Dan Esensinya
Kononyang pertama kali mengawali tradisi Megibung pada tahun 1614 Caka atau 1692 Masehi adalah Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem. Ketika itu sang raja sedang beristirahat dalam perjalanan menaklukan raja-raja di Lombok.
Raja Karangasem, I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem kemudian menganjurkan para prajurit untuk makan bersama dalam posisi melingkar. Namun tujuannya bukan sekedar makan bersama, namun dilakukan sekaligus untuk meningkatkan motivasi mereka ketika berperang nanti.
Memang dalamMegibung, para peserta akan duduk bersama sambil menikmati makanan, meski tidak harus melingkar juga. Namun yang pasti pada acara seperti ini sekaligus ini diisi dengan saling cerita dan tukar pikiran. Karena itu Megibung cukup lekat dengan tradisi masyarakat. Dalam upacara keagamaan, adat, pernikahan atau bahkan kegiatan sehari-hari.
Di Pulau Bali baik masyarakat Hindu maupun Islam ikut melaksanakan tradisi megibung ini. Misalnya saja saja pada perayaan pura, ngaben hingga Maulid Nabi yang dirayakan umat muslim. Yang membedakan pada Megibung ini biasanya hanya lauk pauk yang disediakan selama acara. Tentu saja menu halal jika yang mengadakan umat muslim.
Megibung ini juga dilakukan sebelum para tamu pulang. Prossi makan ini juga merupakan sebuah tanda terima kasih, sekaligus untuk menjalin keakraban serta kekeluargaan antar sesama.
Pada Megibung biasanya berkelompo yang diisi 5-8 orang. Setiap kelombok mungkin akan duduk bersila dalam sebuah lingkaran. Pada tiap kelompok tadi akan ada seorang yang memimpin, disebut juga pepara yang tugasnya menuang nasi dan lauk ke dalam wadah yang sudah disiapkan.
Hidangan untuk Megibung disebut dengan Gibungan. Lauknya bermacam-macam sperti babi yang diolah jadi sate, lawar, komoh, gegubah, atau pepesan. Disamping itu ada juga menu halal seperti daging ayam, kambing atau sapi. Tergantung siapa yang mengadakan acara ini
Pada umumnya Lawar dan uraban disantap paling awal. Lalu untuk lauk spesial seperti sate dan gegubah akan dimakan paling akhir. Tujuannya adalah agar menghemat daging tapi tetap memberi rasa kenyang setelah makan.
Makan di Megibung dilakukan dengan menggunakan tangan. Mencuci tangan sebelum makan sangat perlu. Ada juga etika yang perlu diperhatikan seperti tidak menjatuhkan sisa makanan dari mulut ke atas nampan. Lalu usahakan untuk tidak bersin, hingga untuk tidak mengambil makanan orang sebelah. Untuk sisa-sisa makanan biasanya dibuang di atas daun pisang yang sudah disediakan sebelumnya.
Jika ada yang sudah selesai duluan harus menunggu kelompok lainnya selesai. Namun apabila semua sudah selesai, mereka bisa mencuci tangan. Lalu meninggalkan tempat makan bersama-sama sebagai lambang kebersamaan.