Status kepemilikan hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM) memiliki perbedaan yang harus diketahui calon pembeli sebelum membeli propertinya. Menjadi salah satu hal penting yang perlu dicermati setelah lokasi dan harga.
Berdasarkan Pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Sedangkan hak milik, berdasarkan UU yang sama pada pasal 20 ayat 1, adalah hak turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6. Dalam artikel ini juga akan dibahas lebih lengkap mengenai:
Daftar Isi Tulisan
1. Pengertian Hak Guna Bangunan (HGB)
Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) no. 5 Tahun 1960 Pasal 35 ayat 1, HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri selama jangka waktu tertentu. Ini artinya, pemegang sertifikat HGB nantinya tidak memiliki lahan, melainkan hanya memiliki bangunan yang dibuat di atas lahan tersebut.
Penggunaan HGB (Hak Guna Bangunan) juga diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) no. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah.
Pada pasal 32 dinyatakan bahwa pemegang HGB berhak untuk menguasai dan mempergunakan tanah yang diberikan dengan HGB, selama jangka waktu tertentu untuk mendirikan dan mempunyai bangunan untuk keperluan pribadi atau usahanya, serta untuk mengalihkan hak tersebut kepada pihak lain dan membebaninya.
2. Kelebihan dan Kekurangan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB)
Banyak yang bilang, properti bersertifikat HGB lebih menguntungkan dibanding properti bersertifikat SHM. Apa benar?
Mari kita telaah bersama kelebihan dan kekurangan sertifikat HGB (Hak Guna Bangunan).
Kelebihan |
Kekurangan |
– Tidak butuh dana besar. Biayanya jauh lebih murah ketimbang membeli properti dengan Sertifikat Hak Milik (SHM).
– Peluang usaha lebih terbuka. Properti berstatus HGB biasanya dijadikan pilihan bagi mereka yang menetap dalam jangka waktu sementara. – Selain perorangan berstatus WNI, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia dapat menjadi subjek atau pemegang sertifikat HGB yang sah. |
– Jangka waktu terbatas. Pemegang sertifikat HGB hanya memiliki masa pakai maksimal 30 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.
– Tidak bebas. Pemegang HGB tidak memiliki hak penuh untuk mengubah atau mengalih fungsikan bangunan tanpa izin dan persetujuan dari pemilik tanah selaku pemberi HGB terlebih dulu. |
3. Hak Guna Bangunan (HGB) Di Atas HPL (Hak Pengelolaan)
Status Hak Guna Bangunan (HGB) memang dapat diperpanjang atau diperbarui selambat-lambatnya 2 tahun sebelum masa berlakunya habis. Namun, itu pun harus tergantung pada pemegang Hak Pengelolaan (HPL) sebagai pemberi HGB yang memiliki kuasa atas tanah sepenuhnya.
Jika pemegang HPL ternyata tidak memberi persetujuan perpanjangan dan tidak ada perjanjian pergantian maka Anda sebagai konsumen dan pemegang HGB akan dirugikan. Nilai aset unit bangunan yang Anda miliki juga akan berisiko turun dan hak atas tanah bisa hilang sewaktu-waktu.
Bagi Anda memang tertarik membeli bangunan berstatus HGB, sebaiknya Anda mencermati status tanah tempat dibangunnya itu dengan jeli. Pastikan statusnya itu jelas pemiliknya; apakah tanah negara, tanah HPL, atau tanah hak milik (HM).
Pilihlah properti yang dikembangkan oleh pengembang yang bertanggung jawab dan transparan dalam memberikan informasi kepada calon konsumen. Berikut tahap-tahap menyelesaikan sengketa tanah jika Anda menemukan ada keganjilan pada status tanah pada properti Anda.
Inilah yang membuat properti bersertifikat HGB menjadi kurang diminati, jika dijual kembali kepada pembeli tangan kedua. Ada juga kemungkinan HGB Anda bisa dihentikan atau dihapus, jika Anda sebagai pemegangnya tidak lagi memenuhi syarat sehingga harus melepas atau memberikannya kepada orang lain, atau mengembalikannya kepada negara, pemegang HPL, atau pemegang HM.
4. Tipe-Tipe Biaya Hak Guna Bangunan (HGB)
Ketika memutuskan membeli rumah atau apartemen berstatus HGB, Anda berkewajiban mengurus sertifikat tanah ke Kantor Pertanahan, yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sesuai dengan PP no. 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, ada beberapa tipe biaya yang terkait dengan SHGB, dengan rumus sebagai berikut:
Jangka waktu perpanjangan HGB (20 tahun) yang diberikan dibagi 30 tahun dikalikan 1% dengan hasil 0,0067. Hasil perhitungan tersebut dikalikan dengan hasil pengurangan Nilai Perolehan Tanah (NPT), yang didapatkan dari perkalian luas area dan NJOP yang berlaku.
Hasilnya lalu dikalikan 50% sehingga didapatkanlah total NPT untuk semua jumlah uniit. Selanjutnya, untuk biaya pengurusan hasil total NPT bisa dibagikan dengan jumlah unit dalam bangunan tersebut.
Tabel Simulasi 1
Jumlah unit |
3,000 unit |
Luas Area |
50,000 m2 |
NJOP |
15 juta/m2 |
NTP |
Rp750 m |
Total NTP |
Rp2,5 m |
Biaya Pengurusan |
Rp837,500 |
Tabel Simulasi 2
Jumlah unit |
3,500 unit |
Luas Area |
60,000 m2 |
NJOP |
15 juta/m2 |
NTP |
Rp900 m |
Total NTP |
Rp3 m |
Biaya Pengurusan |
Rp861,400 |
Tabel Simulasi 3
Jumlah unit |
4,000 unit |
Luas Area |
70,000 m2 |
NJOP |
15 juta/m2 |
NTP |
Rp1,050 m |
Total NTP |
Rp3,5 m |
Biaya Pengurusan |
Rp879,300 |
5. Apa Itu Sertifikat Hak Milik (SHM)?
Sertifikat Hak Milik atau SHM merupakan sertifikat atas tanah atau lahan yang dimiliki penuh pemiliknya. Keuntungan dari sertifikat ini di antaranya SHM dapat dialihkan seperti dijual, dihibahkan atau diwariskan secara turun temurun, hak milik dapat diperjualbelikan, hak milik dapat dijadikan agunan untuk kredit, serta tidak ada batas waktunya.
Namun, tanah atau lahan yang memiliki SHM masih dapat hilang atau dicabut, karena tanahnya diperlukan untuk kepentingan negara, penyerahan oleh pemiliknya secara sukarela kepada negara, ditelantarkan atau tanah tersebut bukan milik WNI.
Jika dilihat dari keleluasaan dalam penggunaannya, dari semua hak atas tanah yang ada, hak milik yang dibuktikan dengan Sertifikat Hak Milik atau SHM menempati kasta tertinggi dan memiliki manfaat paling besar bagi pemiliknya.
Tercantum dalam pasal 20 UUPA, hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah sehingga SHM memiliki keunggulan, yakni memberikan kewenangan untuk menggunakannya bagi segala macam keperluan dengan jangka waktu yang tidak terbatas.
Hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup atau dilanjutkan oleh ahli waris.
6. Perbedaan Hak Guna Bangunan (HGB) dengan Sertifikat Hak Milik (SHM)
Perlu Anda pahami perbedaan antara Hak Guna Bangunan (HGB) dan SHM (Sertifikat Hak Milik) agar tidak salah.
Yuk lihat perbedaannya berikut ini.
1. Kuasa Penuh atas Tanah dan Bangunan vs. Kuasa pada Bangunan tanpa Tanah
Hak Guna Bangunan (HGB): Seseorang yang memiliki HGB memiliki kuasa penuh atas tanah dan bangunan yang dibangun di atasnya. Ini berarti pemegang HGB memiliki hak untuk menggunakan, mengelola, dan memanfaatkan tanah serta bangunan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sertifikat Hak Milik (SHM): Seseorang yang memiliki SHM memiliki kuasa penuh atas tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya. Dengan kata lain, pemegang SHM memiliki hak kepemilikan absolut atas tanah dan bangunan tersebut, serta memiliki kebebasan penuh untuk menjual, menyewakan, atau mewariskan properti tersebut.
Perbedaan mendasar di sini terletak pada hak atas tanah. Dengan HGB, seseorang hanya memiliki hak atas bangunan yang dibangun di atas tanah yang bukan miliknya, sedangkan dengan SHM, seseorang memiliki hak atas tanah dan segala sesuatu yang berdiri di atasnya.
2. Nilai dan Kedudukan yang Lebih Kuat dan Tinggi vs. Harus Diperpanjang dalam Kurun Waktu Tertentu
Hak Guna Bangunan (HGB): Meskipun memiliki nilai dan kedudukan yang kuat dalam hal kepemilikan, HGB memiliki batas waktu tertentu dan harus diperpanjang secara berkala, biasanya setiap 20 atau 30 tahun sekali. Proses perpanjangan HGB ini membutuhkan biaya dan prosedur tertentu yang harus dipenuhi oleh pemegang HGB.
Sertifikat Hak Milik (SHM): SHM memiliki nilai dan kedudukan yang sangat kuat dan stabil. Sebagai bentuk kepemilikan paling lengkap dan paling tinggi atas tanah dan bangunan, SHM tidak memiliki batas waktu tertentu dan tidak perlu diperpanjang. Pemilik SHM memiliki hak atas properti tersebut selamanya, dan hak ini dapat diwariskan kepada ahli waris mereka.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun SHM memberikan kepastian kepemilikan yang lebih stabil dan permanen, HGB memerlukan perpanjangan secara berkala, yang dapat menjadi beban tambahan bagi pemegang HGB.
3. Bisa Dijadikan Agunan atau Jaminan vs. Berisiko Menjadi Beban Hak Tanggungan
Hak Guna Bangunan (HGB): Properti yang dimiliki dengan HGB dapat dijadikan agunan atau jaminan untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan. Namun, karena HGB memiliki batas waktu tertentu dan harus diperpanjang, lembaga keuangan mungkin melihatnya sebagai risiko potensial.
Sertifikat Hak Milik (SHM): Properti dengan SHM lebih disukai sebagai agunan atau jaminan karena memiliki kepastian kepemilikan yang lebih stabil dan permanen. Lembaga keuangan cenderung lebih percaya pada properti dengan SHM karena tidak ada risiko perpanjangan atau pembatalan hak atas properti tersebut.
Perbedaan ini memengaruhi keputusan pemilik properti dalam menggunakan properti mereka sebagai agunan atau jaminan dalam transaksi keuangan.
4. Disarankan untuk Investasi Jangka Panjang vs. Disarankan untuk Investasi Jangka Pendek dan Menengah
Hak Guna Bangunan (HGB): Karena HGB memiliki batas waktu tertentu dan memerlukan perpanjangan, properti dengan HGB lebih disarankan untuk investasi jangka panjang. Pemilik HGB perlu mempertimbangkan biaya dan prosedur perpanjangan dalam perencanaan investasi mereka.
Sertifikat Hak Milik (SHM): Properti dengan SHM lebih cocok untuk investasi jangka pendek dan menengah karena memiliki kepastian kepemilikan yang stabil dan permanen. Pemilik SHM dapat dengan lebih mudah menjual atau menyewakan properti mereka tanpa khawatir tentang batas waktu atau perpanjangan.
Perbedaan ini penting dalam strategi investasi properti, di mana pemilik properti perlu mempertimbangkan faktor-faktor seperti kepastian kepemilikan, potensi pertumbuhan nilai, dan likuiditas properti dalam jangka waktu tertentu.
Kesimpulan
Memahami perbedaan antara Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) penting untuk membuat keputusan yang tepat dalam pembelian properti.
Meskipun keduanya memberikan hak atas tanah dan bangunan, terdapat perbedaan signifikan dalam hal kepastian kepemilikan, nilai investasi, dan fleksibilitas penggunaan properti.
Pemilik properti perlu mempertimbangkan kebutuhan, tujuan, dan strategi investasi mereka secara cermat sebelum memutuskan jenis sertifikat yang akan mereka pilih.
Subscribe, follow Facebook Page Lapakfjbku dan ikuti terus lapakfjbku.com untuk mendapatkan informasi, juga inspirasi terbaru dan setiap hari Anda semakin seru!